Setelah berbulan-bulan tidak ada kabar, akhirnya hari ini
saya bisa mereview buku lagi. Nah, review kali ini membahas:
Judul: They Call Me Psychopath
Penulis: Firdhania Puteri
Penerbit: Dar! Mizan
Tahun terbit: 2015
Softcover, 156 hlm.
SINOPSIS
Diary yang terbawa dalam tas Ellen mengungkapkan rahasia
besar Jessie. Dibalik kebiasaan Jessie yang pandai melucu, ternyata ada sosok
yang begitu sadis! Ellen pun memanfaatkan penemuannya untuk menjebak Jessie.
Banyak orang yang menjadi korban Jessie dan ini tidak bisa dibiarkan.
Ellen dibantu Amanda, Rachel, dan tukang kebun menyergap
Jessie di toilet sekolah. Jessie tidak menyangka dirinya akan terpojok seperti
itu. Tidak ada pilihan selain menyelamatkan diri dengan menusukkan pisau
berkarat yang selalu dia bawa. Ellen tidak menyangka dengan tindakan Jessie
itu, tapi semuanya sudah terlambat.
RESENSI
Well, first of all, I must say that saya memulai 2016 dengan
kemunduruan minat baca pada karya fiksi.
Dan setelah sekian lama mengumpulkan uang dengan mengemis di
depan kantor DPR, akhirnya saya bisa membeli buku ini. Yeay! Sebelumnya, saya
sudah ngincer buku ini dari pertama kali melihat cover yang psikopat banget.
Dari judulnya, saya sempat mengira buku ini bergenre
thriller. Tapi, dugaan itu melenceng saat membaca halaman demi halaman. Novel
ini bukan thriller (kecewa). Walaupun dibumbui dengan pembunuhan, cerita ini
lebih ke jenis horor. Di mana tokoh utama dapat melihat hantu alias indigo.
Sayangnya, blurb dari novel ini spoiler keras. Sehingga mudah bagi pembaca
untuk menebak alur cerita dan pelaku.
Tapi, secara garis besar cerita ini memiliki sebuah kekuatan
gaib yang mendorong saya untuk membuat novel psikopat.
Gaya bahasa yang digunakan sangat santai, jadi nyaman untuk
dibaca. Alurnya juga mengalir lancar seperti aliran air di kali ciliwung. Hanya
saja, aneh tapi unik di dalam cerita ini Ellen (sebagai pemeran utama) malah
main UNO bersama hantu. Nggak takut apa, ya?
Ngomongin soal hantu, entah kenapa saya merasa hantu-hantu
di dalamnya lebih terasa seperti manusia pada umumnya. Seperti yang disebutkan:
Clara menggeleng. 'Aku tidak punya raga.' (hlm. 121).
Sudah dijelaskan hantu tidak memiliki raga, tapi entah
kenapa Ellen bisa meluk hantu (hlm. 60), dan para hantu bisa bermain UNO (hlm.
69) Apa yang dipeluk? Dan, bagaimana cara hantu memegang kartu UNO kalau tidak
punya raga?
Penggambaran Firdhania terhadap tokoh utama juga kurang
mendalam. Misalnya seperti: Kenapa baru Ellen pindah ke sekolah yang baru, dia
baru bisa melihat hantu. Dan, Ellen seolah-olah tak merasa takut saat bertemu
hantu.
Saya tutup halaman pada novel ini dengan perasaan kurang
puas dengan endingnya. Dalam sudut pandang saya, ending yang saya harapkan
adalah Ellen dan pelaku saling bunuh-membunuh agar terasa psikopatnya. Tapi,
yang terjadi malah ...
Nah, kira-kira begitulah resensi dari novel They Call Me
Psychopath karya Firdhania Puteri. Well, jangan cuma baca ulasannya saja. Beli
novelnya juga di toko buku kesayangan, dan rasakan sensasi psikopat dari novel
ini kepada Anda!
Sekian dan Terima Kasih
koretttt
ReplyDelete